G20 Arena bagi Masyarakat Sipil Indonesia

Tepat 1 Desember 2021 Indonesia secara resmi memimpin forum 20 negara maju (G20) hingga November 2022 mendatang. Mengusung tema Recover Together Recover Stronger, kepemimpinan (Presidensi) Indonesia merupakan kesempatan langka, terlebih Presidensi G20 Indonesia berlangsung di tengah kecamuk krisis global akibat Pandemi Covid-19.

Forum G20 bermula dari pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral pada tahun 1999 sebagai respon atas krisis ekonomi yang melanda Asia saat itu. Tahun 2008 atau sembilan tahun setelahnya, barulah pertemuan tingkat Kepala Negara dan Pemerintahan G20 mulai diselenggarakan.

Forum G20 sendiri merupakan forum 20 negara yang secara total menguasai 80% GDP global, 75% perdagangan internasonal dan 60% populasi dunia. Negara anggota G20 yang terdiri dari Indonesia, Kanada, Jerman, Perancis, India, China, Afrika Selatan, Rusia, Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Italia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Turki, Uni-Eropa, Meksiko, Arab Saudi, dan Australia. Pertemuan puncak G20 di bawah Presidensi Indonesia rencananya akan dihelat di Bali 30-31 Oktober 2022.

G20 Mengapa Menarik?

Berbeda dengan forum dan lembaga multilaterisme lainnya, sejak awal dibentuk G20 merupakan forum informal dan tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Keluaran yang dihasilkan G20 lebih bersifat niatan (intension) ketimbang keputusan mengikat.

Ketiadaaan wewenang untuk mengambil keputusan seringkali dipandang sebagai kelemahan G20, namun pada sisi lain merupakan kekuatan untuk lebih menjadikan G20 sebagai “komite pengarah” bukan pembuat aturan. Posisi ini juga menjadikan G20 fleksibel dan dapat menjalankan kerja koordinasi strategis termasuk respon cepat terhadap situasi global. Kebijakan ataupun pelaksanaan dapat dilakukan oleh lembaga multilateralisme lainnya. Secara politik, ketiadaan wewenang untuk mengambil keputusan juga untuk menjaga legitimasi G20 di hadapan negara-negara bukan anggota.

Pada sisi keanggotaan, G20 pada dasarnya lebih inklusif ketimbang G7 yang didominasi negara maju. G20 lebih mewakili keseimbangan antara negara maju dan berkembang serta didasarkan atas pengakuan atas kehadiran Emerging 7 (E7) . Langkah untuk membuat G20 lebih inklusif juga tercermin dari tersedianya ruang bagi aktor non pemerintah termasuk Organisasi Masyarakat Sipil (OMS).

Isu dan tema yang diusung dalam G20 juga terus berkembang yang sebelumnya banyak berfokus penanganan krisis jangka pendek menjadi penetapan agenda jangka panjang. Dari isu ekonomi meluas ke isu non ekonomi. Situasi global yang multipolar menjadikan resiko-resiko non ekonomi termasuk ketegangan antar negara, migrasi, pandemi (Covid-19), perubahan iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi dan keuangan global yang menjadi misi awal G20. Kesamaan kepentingan antar negara menjadi faktor yang menentukan hasil-hasil di Forum G20.

Ruang dan Peluang Masyarakat Sipil

Presidensi G20 berganti setiap tahun diantara para anggota dan melalui mekanisme Troika. Indonesia sebagai negara yang memimpin G20 saat ini bekerja bersama dengan Italia sebagai Presidensi sebelumnya dan India yang akan memimpin G20 tahun 2023. Pendekatan ini dilakukan untuk menjaga kesinambungan isu dan tema yang diusung G20. Terkait isu dan tema, ada dua jalur dalam G20 yaitu finance track dan sherpa track .

Kelompok masyarakat sipil khususnya OMS memiliki ruang untuk terlibat dalam G20 melalui engagement group (Civil20/C20) yang tersedia di sherpa track. Selain OMS, akademisi, perempuan, pekerja, orang muda dan lainnya juga memiliki kesempatan untuk terlibat dalam G20.

Bagi OMS Indonesia, C20 memiliki manfaat strategis setidaknya untuk menyuarakan dan menyelesaikan tantangan-tantangan pembangunan yang tidak dapat diselesaikan hanya pada tingkat nasional seperti vaksin Covid-19, keadilan pajak, perubahan iklim, kebebasan sipil dan lainnya. Juga menjadi jembatan untuk menyuarakan tantangan-tantangan pembangunan yang diusung oleh OMS di negara-negara berkembang lainnya yang tidak menjadi anggota G20. Insiatif C20 telah dilakukan oleh beberapa OMS Indonesia dibawah koordinasi INFID1.

Seperti halnya G20 mekanisme kerja C20 juga sama, dimana kepemimpinan berganti setiap tahun dan melalui pendekatan Troika. Mekanisme kerja membutuhkan strategi yang tepat dan koordinasi yang baik agar C20 dapat berperan optimal. Beberapa hal yang menjadi tantangan C20 antara lain adalah menetapkan isu bersama tidak hanya diantara anggota yang berasal dari Indonesia, namun juga negara lainnya. Hal ini tentu bukan hal sederhana mengingat tiap negara memiliki tantangannya tersendiri. Kedua membangun mekanisme koordinasi baik diantara anggota C20 maupun dengan engagement group lainnya dan sherpa (HS).

1Telah ada tujuh Kelompok Kerja yang telah dibentuk yaitu Akses Vaksin dan Kesehatan Global; Anti Korupsi; Keuangan dan Pajak; Energi dan Iklim; Pendidikan, Digitalisasi dan Ruang Sipil; Pembiayaan Pembangunan dan SDGs; Kesetaraan Gender. Yayasan Penabulu menjadi anggota di tiga Kelompok Kerja yaitu Akses Vaksin dan Kesehatan Global; Energi dan Iklim; Pendidikan, Digitalisasi dan Ruang Sipil.