Mendorong Pendanaan untuk LSM di Indonesia
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki peran dan sumbangsih penting dalam mencapai tujuan negara. LSM sebagai pelaku pembangunan (development actors) turut memberikan sumbangan pada pencapaian target pembangunan global maupun nasional dan turut menjaga nilai dan prinsip-prinsip kemanusiaan, sosial dan keadilan. Sekurang-kurangnya ada tiga peran penting LSM yaitu: 1) sebagai pelaku pemberdayaan masyarakat (social empowerment), 2) sebagai pelaku advokasi kebijakan publik (public policy empowerment), 3) sebagai kontrol sosial (social control) 1.
Ketiga fungsi utama OMS itu merepresentasikan contoh riil dari praktik konstitusional demokratis yang selama ini telah dijalankan oleh entitas masyarakat sipil. Dalam konteks ini peran dan tanggung jawab konstitusional dari LSM itu layak untuk senantiasa dijaga keberlanjutannya dalam sistem pemerintahan demokratis.
Tantangan Keberlanjutan LSM
Sebelum pandemi Covid-19, Indonesia telah naik kelas menjadi upper middle income country 2 dan jumlah warga miskin menurun di bawah satu digit. Kemajuan yang telah dicapai tersebut tidak terlepas dari peran masyarakat sipil utamanya Non Government Organization (NGO)3. Namun demikian, kemajuan tersebut juga berimplikasi terhadap pendekatan dan besaran bantuan pembangunan untuk Indonesia. Sebagai negara berpenghasilan menengah, Indonesia diharapkan mulai mampu mendanai pembangunannya secara mandiri4
Jika sebelum reformasi Indonesia menjadi negara penerima bantuan terbesar5 sedangkan saat ini jumlah bantuan pembangunan tersebut terus berkurang. Situasi ini tentu berpengaruh terhadap keberlanjutan kerja NGO yang sebagian besar bergantung pada pendanaan donor6, hingga pada gilirannya akan berdampak pada kemajuan Indonesia sendiri. Identifikasi sumber-sumber pendanaan bagi LSM kiranya menjadi penting untuk dilakukan, salah satunya melalui dukungan pendanaan pemerintah Indonesia.
Peluang dan Advokasi Pendanaan LSM
Selama ini, LSM mengandalkan pendanaan kelembagaan dan programnya dari iuran anggota, hibah dari organisasi internasional atau lembaga donor, atau sumbangan publik. Namun upaya tersebut tidak lagi memadai karena telah terjadi pergeseran alokasi pendanaan karena berbagai sebab seperti krisis ekonomi atau perubahan peta alokasi dana dari donor. Seperti halnya di masa pandemic Covid-19, sebagian besar masyarakat kehilangan sumber pendapatannya sehingga tidak lagi dapat memberikan hibah atau sumbangan pada organisasi masyarakat sipil. Demikian juga organisasi internasional dan lembaga donor, mengurangi atau bahkan berhenti memberikan pendanaan LSM, dan fokus untuk merespon terhadap Covid-19 di negaranya masing-masing. Situasi ini berimplikasi pada LSM sehingga mengalami defisit logistik dan ketiadaan pendanaan, bahkan sejumlah LSM terpaksa menutup organisasinya dan “merumahkan” pekerja/aktivisnya karena ketiadaan dana yang dialaminya. Sebagian LSM yang lain, mengubah strategi pelaksanaan program menjadi kegiatan kemanusiaan dan tanggap bencana.
Hingga saat ini belum ada satupun kebijakan yang mengatur tentang pendaan LSM. Padahal keberadaan dan keberlanjutan LSM sangat penting untuk mendukung demokratisasi di Indonesia. Merespon kondisi tersebut beberapa LSM Indonesia yang terdiri INFID, KAPAL Perempuan,Konsil LSM, Transparansi Internasional Indonesia, Prakarsa, Indonesia untuk Kemanusiaan, REMDEC Swaparkasa, dan Yayasan Penabulu melalui Program CO-EVOLVE berinisiatif membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Perpres Pendanaan LSM Indonesia. Terbentuknya Pokja ini adalah untuk mendorong pemerintah agar mengeluakan kebijakan pendanaan LSM yang dianggap penting sebagai bentuk komitmen negara dalam menguatkan elemen masyarakat sipil untuk meningkatkan demokrasi, serta mendorong pembangunan yang inklusif.
Saat ini Pokja telah menghasilkan tiga dokumen, yaitu: (1) Background paper yang mencakup urgensi, sumber, skema, tata Kelola pendanaan, mekanisme operasional hibah kompetitif, dan tingkat dukungan; (2) Usulan Rancangan Perpres Pendanaan LSM, dan; (3) Naskah Penjelasan Rancangan Perpres Pendanaan LSM. Dengan selesainya tiga dokumen tersebut pada Bulan Desember 2021 Pokja Pendanaan LSM telah melakukan audiensi sekaligus serah terima dokumen kepada Bappenas dan Kedeputian V Kantor Staf Presiden Republik Indonesia. Langkah yang telah dilakukan Pokja Pendanaan LSM memiliki harapan besar adanya dukungan pemerintah bagi LSM untuk bersama-sama menjaga keberlangsungan LSM Indonesia. (DA).
1 Gaffar, A. (2002). Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2 Lihat https://www.thejakartapost.com/news/2020/07/02/indonesia-now-upper-middle-income-country-world-bank-says.html
3 Kontribusi OMS terhadap kemajuan Indonesia setidaknya dapat dilihat upaya OMS di Indonesia dalam mendorong agenda-agenda perubahan sosial seperti kesetaraan gender, gerakan anti korupsi, lingkungan hidup, pemajuan dan perlindungan HAM dan sebagainya. OMS Indonesia juga berinisitaif untuk mendorong adanya kebijakan dan regulasi seperti Undang-Undang (UU) SJSN, BPJS, KDRT, energi terbarukan, pengurangan ketimpangan, perlindungan pekerja migran dll.
4 Pada tahun 2019 Pemerintah Indonesia juga telah membentuk Indonesian Agency for International Development (Indonesian AID).yang menunjukkan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi negara yang hanya menerima bantuan pembangunan, namun juga sudah memberikan bantuan kepada negara-negara lainnya, lihat https://www.liputan6.com/global/read/4092047/mengenal-indonesian-aid-lembaga-dana-bantuan-internasional-perdana-dari-ri
5 Lihat Satu Dekade Bantuan Pembangunan dan Peran Kelompok-Kelompok Masyaraat Sipil di Indonesia https://cupdf.com/document/satu-dekade-bantuan-pembangunan-dan-peran-kelompokkelompokmasyarakat-sipil.html
6 Lihat Keberlanjutan Finansial dan Diversifikasi Pendanaan; Tantangan Bagi LSM di Indonesia https://www.ksi-indonesia.org/old/in/news/detail/nssc-publication—research-series-2-keberlanjutan-finansial-dan-diversifikasi-pendanaan-tantangan-bagi-lsm-indonesia-oleh-ben-davis