Webinar “Dari Data Menjadi Daya”

Kamis 29 April 2021, Tim CO-EVOLVE melakukan kegiatan Webinar pertama kali bagi anggota Jejaring Lokadaya dengan tema “Dari Data Menjadi Daya”. Tema ini dilatarbelakangi oleh tren kesadaran terhadap pentingnya pendataan yang muncul dalam beberapa dekade terakhir. Banyak sektor yang mendapat manfaat atas penggunaan data dalam aktivitas mereka. Sektor bisnis merupakan sektor yang paling pertama memanfaatkan data untuk menentukan strategi bisnis mereka. Kegiatan ini dilakukan secara online melalui zoom cloud meeting dan dihadiri oleh 84 orang (termasuk panitia dan narasumber).

Kegiatan ini dilangsungkan dengan tujuan dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi OMS tentang pemanfaatan data, beserta peluang dan tantangan yang dihadapi. Diskusi ini dimulai menjelaskan tentang keuntungan yang dirasakan oleh OMS dari pemanfaatan kerja-kerja berbasis data.

Hadir sebagai narasumber, yaitu: (1) Tommy Pratama, Direktur Eksekutif Traction Energi Asia; (2) Adam Kurniawan, Direktur Balang Institute; dan (3) Keumala Dewi, Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA). Sedangkan Deden Ramadani, Peneliti Yayasan Penabulu bertugas sebagai moderator yang mengawal diskusi dengan durasi dua jam ini.

Dalam pembukaannya, Deden Ramadani menyampaikan pengantar kegiatan di mana saat ini belum banyak Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang menyadari potensi pemanfaatan data dan memberi perhatian lebih pada proses pengumpulan dan pengolahan data.

Tommy Pratama menjelaskan bahwa kerja-kerja berbasis data dapat berguna bagi advokasi yang dilakukan oleh Traction Energy Asia, terutama di dalam menyiapkan advokasi berbasis bukti dan data pembanding dengan pemerintah. Hal ini karena pemerintah sendiri juga mengalami kendala terutama permasalahan data ganda. Selain itu, pemanfaatan data yang ada juga bisa memberikan pengetahuan baru terutama bagi pemerintah, terutama data-data yang belum terjamah. Misalnya saja data tentang petawi swadaya.

Pemanfaatan serupa juga dilakukan oleh Balang Institute dan PKPA. Adam Kurniawan menjelaskan bahwa permasalahan data pemerintah adalah seringkali data tersebut tidak diperbaharui. Hal ini menyebabkan di dalam penanganan masalah, terdapat kelompok-kelompok yang seharusnya mendapatkan bantuan pemerintah, namun tidak terdata oleh pemerintah. Kondisi serupa juga dialami oleh PKPA di dalam melihat pendataan bantuan bansos COVID-19. Data yang berhasil dikumpulkan PKPA kemudian dapat menjadi data pembanding dan alat advokasi agar bansos yang diberikan lebih tepat sasaran.

Diskusi selanjutnya mengulas tentang awal mula inisiatif pemanfaatan data ini dilakukan. Tommy Pratama menjelaskan bahwa inisiatif data memang menjadi fokus kerja dari Traction Energy Asia yang mengedepankan kajian-kajian sebagai alat advokasi berbasis bukti. Sedangkan, kebutuhan data mulai teridentifikasi ketika Balang melihat data-data pemerintah tidak akurat. Proses pengumpulan data ini dilakukan secara bertahap, mulai dengan pendataan manual, pembuatan peta, hingga pemanfaatan GPS dan aplikasi. Sedangkan bagi PKPA, pengumpulan data sudah dilakukan sejak awal namun dilakukan secara manual. Kemudian, proses awal inisiatif pemanfaatan data mulai berkembang seiring dengan pemanfaatan perangkat pengumpul data. PKPA kemudian mendorong memasukkan pendataan ke dalam siklus program, sehingga proses pendataan dapat dilakukan secara konsisten.

Dalam diskusi ini, tantangan yang teridentifikasi adalah tentang sumber daya. Proses pengumpulan dan pemanfaatan data memerlukan sumber daya yang cukup besar. Tidak semua proses pendataan dapat disatukan dengan program, mengingat besarnya data yang harus dikumpulkan. Selain sumber daya, tantangan lainnya adalah terkait tidak jelasnya batas definisi yang dapat dijadikan rujukan bersama antara pemerintah maupun OMS. Persamaan dan batasan definisi ini akan membantu sebagai data perbandingan antara data yang dihimpun pemerintah dengan data yang dihimpun oleh OMS. Selain itu, tantangan lain yang juga teridentifikasi adalah manajemen internal di dalam pengelolaan data.

Berdasarkan tantangan yang ada, peluang kolaborasi juga teridentifikasi oleh narasumber. Peluang kolaborasi ini akan menjawab tantangan yang baik dari sumber daya maupun membangun persepsi dan definisi yang sama antar OMS di dalam proses pengumpulan data. Dengan adanya kolaborasi, seperti dalam bentuk konsorsium data, maka argumen dan strategi advokasi akan semakin kuat. Seperti yang diungkapkan oleh Keumala Dewi, meskipun organisasi yang tergabung di dalam lokadaya ini memiliki keragaman jenis dan fokus organisasi, namun terdapat benang merah antar organisasi di dalam lokadaya, yakni kebutuhan akan data. Peluang kolaborasi ini akan semakin menguatkan posisi lokadaya.