Insentif pajak OMS di Indonesia : Mencari model

Kebijakan Insentif Pajak bagi OMS di Indonesia

Foto bersama diakhir sesi (Foto: Dok. CO-EVOLVE)

JAKARTA Insentif pajak OMS di Indonesia, masih menyisakan dilematik tersendiri seperti nilai insentif pajak yang terlalu kecil, cakupan insentif pajak yang masih terbatas dan diskriminatif, peraturan atau kebijakan yang terlalu umum dan multitafsir, serta perbedaan pemahaman dan persepsi antara petugas pajak atau kantor pajak.

Selain itu belum ada panduan lengkap termasuk adanya panduan yang dapat diakses secara terbuka, tidak ada kejelasan mengenai prosedur untuk pengesahan Lembaga yang mendapat status bebas pajak, dan tidak ada kejelasan mengenai ketentuan dari pihak-pihak yang terkait atau hubungan antara donatur dengan donatur

Lalu bagaimana Model Implementasi dan Perluasan Kebijakan Insentif Pajak yang sesuai bagi OMS di Indonesia?

Deputi Direktur Yayasan Penabulu – CO-EVOLVE Maria Anik Wusari mengatakan, OMS saat ini selain mengalami dampak pandemi COVID-19, juga mengalami krisis pendanaan namun OMS masih dibebani pajak karena memiliki aset yang bernilai tinggi.

Hal tersebut disampaikan Anik pada pembukaan kegiatan Forum Group Discussion Insentif Pajak bagi Organisasi Masyarakat Sipil yang dihelat oleh Yayasan Penabulu melalui program CO-EVOLVE pada tanggal 24 dan 25 Agustus 2021 melalui ruang virtual.

Forum Group Discussion Insentif Pajak merupakan inisiasi awal dari penyusunan riset dan mengembangkan dokumen terkait penerapan dan perluasan kebijakan pembebasan pajak yang diharapkan bisa mendukung OMS di Indonesia.

FGD bertujuan untuk mengumpulkan berbagai perspektif dari para ahli dan praktisi dalam mengurus pajak OMS dan dapat diidentifikasi terhadap berbagai opsi insentif pajak yang mungkin dikembangkan untuk OMS dan strategi pelaksanaannya.

Dalam durasi selama 2-3 jam diskusi dihadiri oleh perwakilan dari berbagai latar belakang beragam seperti seperti akademisi, pemerintah, OMS, dan konsultan pajak.
Sesi diskusi hari pertama di hadiri oleh : 1) Perwakilan Universitas Gajah Mada, 2) Perwakilan Universitas Trisakti, 3) Perwakilan Politeknik Keuangan STAN, 4) Perwakilan​​ Dompet Dhuafa, 5) Perwakilan SatuNama, 6) Perwakilan Konsultan Pajak,

Sedangkan diskusi hari kedua dihadiri oleh 7) Perwakilan Direktorat Jendral Pajak, 8) Perwakilan Koalisi Seni, 9) Perwakilan Yayasan Bina Integrasi Edukasi, 10) Perwakilan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, dan 11) Perwakilan Yayasan Penabulu.

Diawal diskusi Panca Pramudya selaku pemantik diskusi memberikan paparan tentang latar belakang dilakukannya kajian dan isu – isu menarik seputar insentif pajak OMS.
Derry Wanta selaku fasilitator memberikan 2 poin pertanyaan kunci yang perlu ditanggapi oleh narasumber diskusi: 1) Bagaimana kerangka regulasi insentif pajak bagi OMS di Indonesia? 2) Bagaimana tantangan dan peluang implementasi dan perluasan kebijakan insentif pajak di Indonesia untuk mendukung sektor nirlaba di Indonesia (termasuk tax exemption)?.

Selama proses diskusi, narasumber diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatan dan menanggapi pendapat narasumber lain. Dari curah pendapat ini, belum dapat disimpulkan bagaimana model dan implementasi insentif pajak bagi OMS, untuk itu diskusi – diskusi dengan tema – tema seperti ini seharusnya dilakukan kembali secara terbuka. (Khairi)