Pelatihan: Strategi Adaptasi OMS di Tengah Krisis
JAKARTA – Kemampuan untuk beradaptasi menjadi kunci bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) bertahan di tengah krisis. Yayasan Penabulu dengan dukungan Delegasi Uni Eropa dan Brunei Darussalam melalui program CO-EVOLVE melaksanakan serangkaian pelatihan terkait pengetahuan dan keahlian yang OMS butuhkan agar tetap eksis kala krisis, pada Rabu (13/10/2021) hingga Jumat (15/10/2021) secara virtual. Pelatihan ini menjadi relevan karena eksistensi organisasi, baik berorientasi profit maupun nonprofit, sama-sama terkena dampak dan butuh beradaptasi akibat wabah Covid-19.
Selama tiga hari, Kiswara Santi selaku fasilitator, memberikan sejumlah strategi yang bisa diadopsi oleh OMS agar tetap bertahan kala bergerak di tengah krisis. Pelatihan ini tak hanya menjadi forum transfer ilmu antara pemateri dan peserta, tetapi juga sebagai ruang untuk para peserta saling bertukar pengalaman berstrategi di organisasi masing-masing.
Strategi-strategi tersebut meliputi pengenalan konsep The Triple Nexus, memahami posisi OMS di tengah rantai nilai dengan supply chain analysis, dan mengetahui eksistensi bersandarkan Competitive Advantages. Seluruh taktik yang Kiswara berikan mengajarkan bahwa OMS harus aktif mengenali kapasitas diri sembari cakap menganalisis kondisi eksternal.
Rangkaian pelatihan diawali dengan Kiswara mengenalkan konsep Triple Nexus kepada para peserta. Konsep ini menekankan kebersatuan organisasi dari nexus kemanusiaan, pembangunan, dan pembangunan perdamaian. Ia mengatakan bagaimana organisasi di Indonesia dari ketiga bidang tersebut belum membentuk sinergi utuh yang maksimal. Padahal menurut Kiswara, koordinasi dan kolaborasi antarorganisasi adalah hal penting yang bisa mendorong proses keberlangsungan satu sama lain di masa krisis.
Kiswara menyampaikan bahwa dalam mengaplikasikan Triple Nexus, organisasi bisa melakukan pembuatan rencana operasional, monitoring multisektor, dan analisis untuk melindungi. Pelatihan pada konsep Triple Nexus ini melatih peserta untuk mengidentifikasi risiko dan mengenali kapasitas apa yang organisasi bisa manfaatkan guna mencegah atau menangani risiko tersebut.
Sesi pelatihan yang berlangsung keesokan harinya adalah untuk membekali peserta dengan kemampuan menganalisis posisi organisasi dalam rantai nilai. Apa relevansi melakukan analisis rantai nilai? Analisis ini bisa membantu tingkatkan efisiensi operasional sehingga organisasi dapat memberikan nilai maksimum dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin. Analisis rantai nilai juga masih berkaitan dengan Triple Nexus karena setiap nexus akan memiliki rantai nilai.
Kiswara mengarahkan organisasi berorientasi profit untuk mengoptimalkan penghasilan laba pada setiap aspek di kegiatan primer mereka dan cerdas mengefisiensikan aspek di kegiatan sekunder. Sementara organisasi nonprofit bisa memetakan apakah organisasi mereka masuk dalam arus supplier di upstream atau arus distribution channels di downstream. Organisasi yang ingin memindahkan posisi organisasinya dari downstream ke upstream bisa memulai strateginya dengan membuat model bisnis cerdas, seperti model bisnis Canvas.
Beranjak dari sesi kedua, Kiswara menekankan pentinya organisasi untuk mengetahui dan memperkuat daya saing, daya guna, dan daya nilai dalam kompetisi. Kesadaran organisasi akan tiga hal tersebut dapat membantu untuk menyusun strategi di masa depan. Setelah mengetahui keunggulan dan daya saing organisasi, bisa dilanjutkan dengan membuat model bisnis cerdas. Organisasi dapat berangkat dari informasi yang tertuang dalam model bisnis cerdas untuk membuat proposal dan mencetak lebih banyak kolaborasi.
Kiswara memberikan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk merawat kapasitas diri dan organisasi. Di antaranya adalah melihat situasi internal dan eksternal, aktif melihat tren minimal lima tahun ke depan, sedia dan siaga memperbaiki kapasitas, dan bijak mengelola in-kind dan efektif mengelola in-cash.