Optimalisasi Peluang

Optimalisasi Peluang Kolaborasi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Sektor Usaha

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki peran penting dalam pembangunan. Kontribusinya dapat dilihat dari upaya untuk mendorong agenda-agenda perubahan sosial dan ekonomi serta inisiatif adanya kebijakan publik dan undang-undang. Karenanya keberlanjutan kerja LSM sebagai aktor pembangunan sangat penting.

Rumusan keberlanjutan LSM terletak pada dua langkah strategis, yaitu pertama sejauh mana organisasi mampu menempatkan diri pada dinamika perubahan lingkungan serta terus menerus mendorong dirinya untuk berubah dan menemukan ruang relevansi baru. Kedua sejauh mana organisasi mampu mengelola dan memobilisasi sumber dayanya.

Kemitraan Multipihak
Keberlanjutan LSM dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: kapasitas mengelola sumber daya, kemampuan lembaga dalam melakukan kaderisasi, kemampuan sumber dana, serta kapasitas LSM untuk membangun kemitraan dalam hal reformasi sosial dan ekonomi. Membangun kemitraan dapat didefinisikan sebagai kerja sama antara pihak-pihak yang memiliki kemiripan visi atas suatu isu dalam rangka mencapai tujuan tertentu atau menciptakan solusi bersama.

Kemitraan multipihak seharusnya menggerakkan seluruh inisiatif untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs) terutama goal ke 17, yaitu Kemitraan untuk Pembangunan Berkelanjutan. Strategi membangun kemitraan dan menggerakkan berbagai sumber daya internal maupun eksternal yang tepat menjadi bagian kerja yang harus dirancang dengan baik. LSM perlu menelaah peluang-peluang potensial seperti sumber daya sektor usaha.

Inisiatif Sosial Sektor Usaha
Pemahaman tentang inisiatif sosial sektor usaha perlu dipahami dengan baik oleh LSM. Merujuk pada materi pelatihan “Optimalisasi Peluang Corporate Social Responsibility” yang diselenggarakan Program CO-EVOLVE – Yayasan Penabulu 23 Oktober 2021 lalu, inisiatif sosial sektor usaha didefinisikan sebagai inisiatif perusahaan yang berupaya mengintegrasikan bisnis dengan lingkungan hidup dan isu sosial dalam operasi perusahaan serta interaksinya dengan stakeholder. Dengan kata lain, inisiatif sosial merupakan konsep dan tindakan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai bentuk pengelolaan aspek bisnis, sosial, dan lingkungan untuk memberikan dampak positif bagi perusahaan dan pemangku kepentingannya serta berkontribusi pada tujuan-tujuan pembangunan global maupun nasional.

Dalam perkembangannya, inisiatif sosial sektor usaha menjadi tolok ukur menentukan reputasi perusahaan di mata publik. Salah satu aspek penting inisiatif sosial adalah potensi kolaborasi untuk mengerjakan inisiatif program-program pemberdayaan masyarakat di Indonesia. Terdapat enam bentuk inisiatif sosial dari sektor usaha, yakni:

  1. Cause Promotion: promosi ini menggambarkan skenario di mana sektor usaha membantu tingkatkan kesadaran tentang isu tertentu atau mendukung penggalangan dana dengan mengalokasikan sumber daya perusahaan, baik berupa uang atau kontribusi dalam bentuk in-kind lainnya. Contoh dari promosi ini adalah perusahaan lampu Philips yang berkolaborasi dengan Yayasan Kanker Indonesia untuk menciptakan aplikasi mobile interaktif yang membantu perempuan mencari informasi dan berkonsultasi dengan ahli tentang kanker payudara.
  2. Corporate Social Marketing: inisiatif ini umumnya mengacu pada pengadaan kampanye dengan tujuan meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan kebaikan lingkungan. Tujuan keseluruhan dari inisiatif ini adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku di masyarakat. Contohnya adalah kampanye cuci tangan menggunakan sabun dari Lifebuoy yang bertujuan mengajak masyarakat Indonesia lebih disiplin dalam hal hidup sehat.
  3. Cause-related Marketing: inisiatif ini mengambil bentuk di mana perusahaan menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan sosial tertentu. Kolaborasi ini menguntungkan kedua belah pihak karena secara langsung mempromosikan penjualan perusahaan dan juga mempromosikan tujuan LSM. Contohnya adalah kolaborasi Pampers dan UNICEF, dengan setiap 1 pembelian produk Pampers akan membantu 1 anak di negara tertinggal mendapat vaksin tetanus.
  4. Corporate Philanthropy: inisiatif ini mengacu pada investasi dan kegiatan yang dilakukan perusahaan secara sukarela untuk memajukan tujuan sosial. Salah satu contohnya adalah perusahaan Sampoerna yang memiliki Team Sampoerna Rescue untuk membantu merespon bencana alam.
  5. Community Volunteering: inisiatif ini dilakukan perusahaan untuk mendorong karyawan menyisihkan waktu secara sukarela untuk membantu organisasi masyarakat lokal ataupun masyarakat yang menjadi sasaran program.
  6. Socially responsible business practice: inisiatif ini mengacu pada praktik bisnis yang terlibat dalam perilaku etis dan tindakan bisnisnya diambil dengan tujuan memberi manfaat bagi masyarakat di tempat bisnis tersebut beroperasi.

Kolaborasi sektor LSM dengan sektor usaha dapat mendatangkan sejumlah manfaat, diantaranya: Pertama LSM menjadi terbantu dari aspek sumber daya keuangan. Namun perlu dipikirkan lagi apakah bantuan sumber daya yang diperlukan LSM harus berupa uang?

Kedua adalah sektor bisnis sebagai mitra strategis, yang akan sangat berdampak ketika perusahaan memiliki cabang atau jaringan di banyak tempat. Ketiga adalah meningkatkan publisitas dan kesadaran publik, dengan kedua belah pihak bisa menyampaikan outcome dan mengkomunikasikan dengan baik bahwa itu merupakan hasil kolaborasi bersama. Keempat adalah terbantunya aspek sumber daya manusia, seperti capacity building dari sektor usaha untuk sektor LSM atau sebaliknya.

Hal yang juga perlu dilakukan LSM dalam berkolaborasi adalah melakukan analisis stakeholder engagement, yakni proses di mana suatu organisasi membuka pintu dialog bagi pihak-pihak yang mungkin terpengaruh oleh keputusan yang dibuat atau implementasi keputusan organisasi. Tujuan dari stakeholder engagement adalah mengidentifikasi kebutuhan kelompok kunci dan mengupayakan kebutuhan tersebut terpenuhi. LSM kemudian dapat membuat keputusan kolaborasi berdasarkan hasil analisis stakeholder engagement.

Sektor usaha masa kini condong pada konsep triple bottom line, yakni profit (keuntungan), people (orang), dan planet (planet) agar aktivitas bisnisnya bisa memberikan manfaat yang menyeluruh. Karenanya, ada hal-hal yang menjadi pertimbangan sektor usaha ketika mendesain program sosial agar sejalan dengan konsep tersebut. Ini juga bisa menjadi pertimbangan LSM, baik sebelum memulai kolaborasi atau ketika hendak mencapai kesepakatan dengan sektor usaha. Pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah ekspektasi konsumen, relevansi dengan bisnis, pengaruh terhadap bisnis, komitmen perusahaan, tidak mencederai merek, visualisasi, kedekatan program sosial, hingga progress update.

Ada tiga bentuk kontribusi dukungan sektor usaha dalam mendorong misi kebaikan sosial. Selain dukungan secara finansial, dapat juga dukungan berupa in-kind partnership, seperti kepakaran, dukungan advokasi, dan bantuan untuk mengamplifikasi isu agar kesadaran publik meningkat. Ada juga in-kind donation dengan memberikan produk perusahaan.

Ada sejumlah pendekatan yang perlu dilakukan LSM untuk memperoleh dukungan sektor swasta dalam mendukung kebaikan sosial, yakni:

  1. LSM perlu memahami bahwa semakin dekat isu yang diangkat dengan aspek bisnis, maka peluang mendapat dukungan menjadi lebih besar. Aspek bisnis dapat ditelusuri dari motivasi dan manfaat bagi sektor usaha untuk melakukan kerja sama, misalnya adanya potensi meningkatkan legitimasi, kredibilitas, atau visibilitas perusahaan.
  2. Pemetaan dan mengobservasi isu apa yang menjadi kepedulian perusahaan agar bisa menyesuaikan.
  3. LSM harus mindful dengan efek kolaborasi terhadap efisiensi operasional, karyawan, perspektif konsumen dari perusahaan.
  4. LSM harus giat meningkatkan visibilitas mereka agar lebih mudah untuk masuk dalam radar perusahaan.
  5. Setelah mengetahui karakteristik perusahaan, LSM bisa menyiapkan proposal dan rancangan program sosial yang sesuai dengan karakteristik perusahaan.
  6. LSM harus siap membantu untuk mengukur dan melaporkan hasil implementasi program.
  7. LSM harus mengakui dan mengapresiasi kontribusi perusahaan dengan cara yang mereka inginkan.(DA)