Semiloka #2 Berbagi Informasi Situasi di Lapangan Terkait Dampak dan Respon Covid-19
Jakarta – Apakah kebijakan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas) dan 3T (tracing, testing, treatment) yang disosialisasikan oleh pemerintah Indonesia telah berhasil menjangkau seluruh lapisan masyarakat? Bagaimana masyarakat sipil merespon situasi pandemi yang telah berlangsung selama–kurang lebih–satu setengah tahun?
Rangkaian kegiatan diskusi Semiloka yang Kedua dihelat oleh Yayasan Penabulu dan Yayasan SKALA Indonesia pada tanggal 19 Agustus 2021. Tema yang dibahas pada pertemuan tersebut adalah saling membagi informasi mengenai situasi di lapangan terkait dampak pandemi dan berbagai respon yang bermunculan di tengah masyarakat
Sesuai dengan temanya, Yayasan Penabulu dan Yayasan SKALA Indonesia memercayai Wahyu Djatmika, yang juga berprofesi sebagai seorang jurnalis senior, untuk menjadi moderator dan pemantik diskusi. Wahyu mengajak seluruh peserta untuk membahas kekacauan kebijakan pemerintah dalam merespon pandemi. Wahyu menggambarkan kekacauan tersebut dalam 5 tahap: pertama, tahap penyangkalan; kedua, tahap penanganan setengah hati; ketiga, aksi yang tidak didukung data yang memadai; keempat, kebijakan yang dipacu oleh motif politis dan ekonomis; dan kelima, menjadikan vaksinasi sebagai ujung tombak dalam penanganan pandemi. Kelima tahapan tersebut dapat dirangkum sebagai cerminan dari logika berpikir pemerintah yang tidak jernih dan tidak dilandasi kepentingan publik.
Setelah Wahyu menyampaikan ulasannya selama [sekian menit sesi Wahyu] menit, Hamong Santono memecah seluruh peserta diskusi ke dalam 3 kelompok. Kelompok 1 yang diampu oleh Nunuk Fauziah dan Trinirmalaningrum membahas tema ‘Covid: Tantangan, Respon, dan Upaya yang Dilakukan oleh OMS’. Kelompok 2 yang difasilitasi oleh Basri Andang dan Lien membahas perananan OMS dalam program vaksinasi. Kelompok 3 yang dipandu oleh Ireng Maulana dan Erdi membahas respon OMS terhadap dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi.
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya ke seluruh peserta. Dimulai dari Kelompok 2, berlanjut ke Kelompok 1, dan berakhir pada Kelompok 3. Banyaknya informasi dan perspektif yang didapat dari diskusi kelompok tersebut menggambarkan gerak-gerak masyarakat sipil dalam upaya bertahan di tengah situasi pandemi. Atas dasar itu, Hamong menyerukan perlunya dilangsungkannya sesi Semiloka Ketiga sebagai upaya merespon keberagaman corak informasi yang didapat dari diskusi selama 240 menit.
Material presentasi narasumber bisa diunduh di sini